Para peneliti menemukan suatu fakta menarik. Bau tertentu bisa menyebabkan orang merasa senang atau sebaliknya, tergantung soal persepsi serta preferensi (kesukaan) pribadi.
Dapat timbul reaksi berbeda untuk bau/aroma yang sama, karena pengaruh subyektif tiap-tiap orang. Penemuan ini, yang ditulis dalam jurnal Nature Neuroscience 26 September, mengungkapkan korelasi tersebut secara ilmiah melalui percobaan.
Walau demikian, bau yang alami terdiri dari banyak molekul. Misalnya, aroma yang dilepas mawar tersusun atas 172 molekul berbeda. Tapi akhirnya yang dominan adalah aroma yang menjadi substansi terkuat.
Tim riset dari Departemen Neurobiologi The Weizmann Institute pimpinan Profesor Noam sobel ini menyimpulkan, kalau respons saraf terukur (intensitasnya) ketika mencium aroma yang disukai atau tidak disukai.
Beragam saraf sensori yang ada pada manusia memiliki pola-pola organisasi yang terus berkembang, merefleksikan input rangsang yang diterima. "Sebagaimana dalam penglihatan dan pendengaran, indra penciuman pun punya cara mengorganisasikan rangsangan melalui pengalaman sensoris," terang Sobel. Ia berteori, pengalaman-pengalaman personal dan konteks budaya punya andil dalam membentuk persepsi.
Namun prinsip dalam organisasi inilah yang masih jadi misteri. Organ indra penciuman tidak seperti retina mata yang dapat leluasa mereorganisasi apa yang telah dilihat, maupun pada bagian dalam telinga dengan suara yang didengar.
Menurut Sobel, mereka tidak yakin ada skala yang menentukan organisasi organ-organ indra penciuman, selain membran reseptor kecil pada rongga nasal alias hidung.
Sumber: Science Daily
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment